(2 Samuel 7:1-11, 16; Lukas 1:46-55; Roma 16:25-27; Lukas 1:26-38)
T.A.A.T taat
T.A.A.T taat
Saya mau s’perti Tuhan Yesus
T.A.A.T taat
Lagu di atas merupakan sebuah lagu sekolah minggu yang cukup familiar. Lagu tersebut mengajarkan anak-anak sekolah minggu untuk belajar taat seperti Tuhan Yesus. Renungan pada minggu ini mengajak kita untuk menjadi hamba Tuhan yang taat, seperti Maria. Melalui bacaan Injil minggu ini, kita mengetahui bahwa malaikat menjumpai Maria dan memberitakan kabar bahwa Allah telah menyatakan kasih-karunia-Nya untuk memperkenankan Maria melahirkan Anak Allah yang Mahatinggi (ayat 30-33). Maria pada saat itu telah bertunangan dengan Yusuf dan mereka belum tinggal satu rumah. Atas kondisi demikian, Maria mempertanyakan kemungkinannya, itu sebabnya ia mengatakan ”bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”
Pilihan Allah atas Maria, bukan suatu pilihan yang asal-asalan. Maria dipilih untuk mengenapi janji Allah kepada Daud. Hal inilah yang disampaikan oleh malaikat kepada Maria, bahwa Anak yang dikandung Maria akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya. Sebagai keturunan raja Daud, Allah telah memilih Maria untuk menggenapi janji-Nya.
Pemilihan atas Maria bukan karena dia perempuan yang paling baik di antara perempuan lainnya, pemilihan Maria dilakukan karena Maria “yang dikaruniai.” Kata “yang dikaruniai’ mennggunakan kata kecharitomene, dengan kata dasar charis yang berarti grace atau kasih karunia. Hal ini menunjukkan bahwa Maria merupakan seorang perempuan yang diberi karunia dari Allah. Maria sama seperti perempuan lainnya, yang biasa saja dan tidak layak. Sebagai orang yang tidak layak, tentu Maria sangat terkejut dengan apa yang disampaikan malaikat. Sebagai hamba-Nya, Maria hanya dapat mengatakan ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Ungkapan ini dikenal sebagai “fiat Maria.” Ungkapan ini tentu tidak boleh dilihat sebagai sikap menyerah karena tidak ada pilihan lain, melainkan mesti dipahami sebagai sikap iman dan kesediaan untuk menyambut serta terlibat di dalam rencana Tuhan. Dari sikap Maria, kita bisa melihat bahwa Maria tidak hanya sekadar tunduk pada kehendak Tuhan, melainkan ada kerinduan untuk turut berpartisipasi dan menjalani rencana Allah, bahkan ketika ia harus mengalami kesulitan dan ancaman.
Refleksi
Marilah kira renungkan lewat saat teduh pribadi atau dengan keluarga :
- Sudahkah kita menjadi hamba Tuhan yang taat mengikuti rancangan-Nya?
- Siapkah kita menantikan Dia dalam ketaatan walaupun mengalami kesulitan?
(Pdt. Windyarti Anggelina)