Saksi Kebangkitan Tuhan

(Kisah Para Rasul 3:12-19; Mazmur 4; 1 Yohanes 3:1-7; Lukas 24:36B-48)

Seorang psikolog anak dalam sebuah video yang beredar luas di Instagram dan Tiktok mengatakan bahwa, anak usia sekitar 1-5 tahun selalu berkata-kata dengan merujuk perkataan orang tuanya. Anak-anak di usia ini biasanya mengatakan “kata papa aku …, kata mama aku …, papaku pesan …, mamaku melarang …” Hampir semua perkataan dan sikap yang ditunjukkan meniru pada apa yang dikatakan dan dipesankan oleh orang tuanya. Merefleksikan hal ini akan membawa kita memahami maksud kata “anak” dalam 1 Yohanes 3:1 dan “saksi” dalam Lukas 24:48.

Seorang anak yang memiliki hubungan dekat dengan bapaknya (orang tuanya) akan dengan mudah mempersaksikan hal-hal yang dilakukan dan diucapkan oleh bapaknya (orang tuanya). Itu sebabnya, Kasih yang dikaruniakan Bapa membuat kita disebut sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian, kita juga diajak untuk mempersaksikan segala ucapan dan perbuatan Allah. Seperti yang sudah Yesus tekankan kepada para murid yang ditemui-Nya bahwa kita adalah saksi dari semuanya ini.

Saksi tidak pernah pasif. Saksi tidak pernah diam. Saksi selalu aktif mengungkapkan hal-hal yang ia ketahui. Saksi tidak takut tetapi berani walaupun ia tahu resiko yang akan dihadapi. Itu sebabnya, menjadi saksi apalagi saksi Tuhan bukanlah perkara yang mudah. Petrus mengalami bahwa menjadi saksi Yesus bukanlah hal yang mudah. Itu sebabnya, ketika 3 orang bertanya kepadanya tentang identitasnya, ia menyangkal. Ia mengatakan bahwa ia tidak mengenal Yesus. Susah bukan? Dalam kondisi terhimpit dan mengetahui risikonya, Paulus memilih bungkam bahkan menyangkal kesaksian yang harusnya ia sampaikan. Namun, dalam bacaan di Kisah Para Rasul kita dapat melihat bahwa ternyata Allah tidak melupakan Petrus. Ia tetap memakai Petrus untuk menjadi saksi-Nya. Petrus diberikan kesempatan (kembali) untuk mempersaksikan Yesus yang bangkit. Ketika orang banyak mengikutinya dan Yohanes, Petrus memakai kesempatan itu untuk menyampaikan pengajaran tentang Yesus yang telah mereka bunuh, kini telah bangkit. Itu sebabnya, Petrus mengajak mereka semua yang mendengar hal ini untuk bertobat supaya dosanya diampuni.

Bukan hanya murid-murid pada masa dulu kala, tapi setiap kita juga dipanggil untuk menjadi saksi kebangkitan-Nya. Menjadi saksi berarti bersedia untuk melakukan aksi dan membuka suara, memperhatikan tingkah laku dan juga perkataan. Kita dapat menjadi saksi-Nya mulai dari lingkungan terdekat, orang-orang terdekat. Belajar dari Petrus, jika kemarin gagal menjadi saksi-Nya maka jangan sampai hari ini saya juga gagal menjadi saksi-Nya. Teruslah berusaha memakai kesempatan yang ada untuk mempersaksikan Tuhan yang hidup.

Refleksi:

  • Apakah saya siap untuk mempersaksikan Tuhan yang hidup dalam keseharian saya?
  • Adakah dari diri saya yang harus diperbaiki, agar saya dapat maksimal dalam mempersaksikan Tuhan yang hidup?

God Bless,

Windyarti Anggelina

About the Author

You may also like these