Mi. 3:5-12; Mzm. 43; 1Tes. 2:9-13; Mat. 23:1-12
Integritas dalam KBBI bermakna mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Dari definisi itu, secara ringkas kita bisa mengatakan bahwa integritas berbicara tentang keutuhan. Utuhnya kata dan pikiran, hati dan tindakan, iman dan perbuatan, dan sebagainya. Lawan integritas adalah kemunafikan, lain di hati lain di kata.
Dalam Injil hari ini kita menemukan kritik Yesus terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Kritik Yesus bermuara pada satu hal, yaitu ahli Taurat dan orang Farisi menjalani hidup tanpa integritas. Itu sebabnya Yesus mengatakan, ”Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka” (ay. 3). Dalam istilah yang kita kenal: Omdo (omong doang) atau Jarkoni = Iso ngajar ora iso nglakoni (Jawa). Tindakan para pemimpin agama itu adalah agar dikagumi dan dihormati orang (ay. 5).
Sekalipun menyampaikan kritik keras, Yesus tetap menghormati mereka. Itu sebabnya mereka tetap diakui Yesus diakui sebagai orang yang ”menduduki kursi Musa” (ay. 2). Kursi Musa itu menunjuk pada tempat duduk untuk para pengajar di Sinagoge. Itu berarti Yesus tetap mengakui kedudukan mereka sebagai pengajar.
Menjadi pribadi yang berintegritas seringkali pudar dalam kehidupan orang beriman saat ini. Hal itu dapat terlihat secara gamblang dalam banyak kasus. Sebut misalnya saja tindakan korupsi yang penggunaan uangnya sebagian kecil dipakai untuk menyumbang kegiatan gereja. Godaan hebat integritas memang kerap terkait kebutuhan ekonomi. Nabi Mikha sudah mengatakan, ”… apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, maka mereka menyerukan damai…” (Mi. 3:5).
Bagaimana caranya agar kita dapat menjadi manusia yang berintegritas? Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita lakukan. Pertama membangun kesadaran. Kesadaran bahwa Tuhan itu Mahatahu dan Mahakuasa (Mi. 3:8). Ada orang yang mengerdilkan kuasa Tuhan hanya sebatas dinding gereja. Tindakan yang jauh dari kehendak Tuhan mereka lakukan dengan alasan ‘tidak ada yang tahu.’ Mereka lupa akan kekuasaan Tuhan. Nabi Mikha mengingatkan bahwa orang semacam ini akan berhadapan sendiri dengan Tuhan.
Kedua, kerja keras. Karakter artinya dipahat. Proses pemahatan tidak langsung jadi. Menjadi pribadi berintegritas tidak datang begitu saja. Kita harus berproses untuk membangun diri menjadi orang yang berintegritas. Akan ada banyak cemooh, hinaan, bahkan penyingkiran. Bagi orang yang memilih jalan Tuhan untuk berintegritas maka semua itu akan dianggap sebagai vitamin atau cambuk untuk semakin mengembangkan diri.
Ketiga, menilai ulang apa itu kebahagiaan. Kebahagiaan versi dunia terkait dengan sukses dalam pengertian berlimpah materi. Tentu menjadi kaya tidak salah. Yang salah adalah ketika hal itu yang menjadi tujuan hidup. Tujuan hidup sejatinya adalah membangun kebahagiaan sejati dengan cara tinggal di dalam Yesus. Dalam bahasa Yesus, mengejar hal duniawi mungkin akan membuat orang-orang memuji. Mengejar hidup dalam jalan Tuhan membuat Tuhan yang memuji. Manakah yang mau kita pilih? Apakah kita ingin disebut Yesus berbahagialah atau celakalah?
(Pdt. Addi Soselia Patriabara)