Matius 22:34-40
Sebenarnya, tidak ada yang baru dari pengajaran Yesus tentang kasih. Hukum kasih yang Yesus ajarkan ini adalah bagian pengakuan iman orang Yahudi yang dikenal dengan shema. Shema itu sendiri diwujudkan dalam bentuk doa yang diucapkan setiap hari. Dalam Shema, ajaran yang terkait dengan kasih dinyatakan dengan jelas, ”KasihilahTUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:5).
Lewat hukum itu umat Israel dipanggil untuk mengasihi Allah dalam totalitas, seutuhnya, sepenuh-penuhnya. Karena itu, kasih kepada Allah melibatkan seluruh hati, seluruh jiwa dan seluruh kekuatan. Seluruh hati bermakna kesetiaan hati yang lurus, tidak bengkok ke kanan atau ke kiri. Seluruh jiwa menunjukkan semua yang dipikirkan dan dirasakan. Seluruh kekuatan menunjuk pada semua kemampuan raga seseorang.
Yang kemudian menjadi berbeda adalah ketika Yesus menyebut adanya hukum yang kedua, yang sama atau sejajar dengan hukum pertama. Hukum itu adalah “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:39). Hukum kedua ini tidak ada dalam Shema. Namun hukum tercatat dalam Imamat 19:18, “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.”
Dengan menyebutkan hukum itu, Yesus tidak sedang mengubah, menghilangkan, atau menambah hukum Tuhan (bdk. Mat. 5:17 dst.). Yang Yesus lakukan adalah menghubungkan dua hukum yang terdapat dalam firman Tuhan. Lewat keterhubungan dua hukum itu, Yesus hendak menyatakan bahwa mengasihi Allah yang total itu harus nampak dalam kasih kepada sesama (lih. Yoh. 4:20-21).
Dalam hukum yang kedua itu, Yesus menekankan kasih kepada sesama memakai diri sendiri sebagai ukuran. Contoh sederhananya, kalau kita tidak mau dicubit karena sakit, maka jangan cubit orang juga karena itu akan menyakitkan orang tersebut. Kalau kita tidak mau direndahkan, jangan rendahkan orang lain. Banyak contoh lain yang bisa diungkapkan. Namun, ketika diri sendiri menjadi ukuran, Yesus sebenarnya mengajak kita berempati dengan orang lain. Empati secara sederhana berarti memahami atau merasakan apa yang dialami orang lain dari sudut pandang mereka. Atau belajar menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Inilah cara mengasihi yang diajarkan Yesus. Apakah ajaran Yesus tentang kasih ini masih diperjuangkan oleh setiap kita?
(Pdt. Addi Soselia Patriabara)