(1 Timotius 1:1-17)
Minggu ini, kita masuk ke dalam seri ibadah pengajaran yang terakhir dalam rangka belajar Alkitab. Proses belajar Alkitab mulai dari genre, Perjanjian Lama, dan Perjanjian Baru yang sudah dilewati, kini diakhiri dengan surat-surat yang ada di Perjanjian Baru. Surat-surat termasuk ke dalam salah satu jenis genre yang ada di Perjanjian Baru dan secara presentasi, genre surat ada sekitar 7% di dalam Alkitab.
Mayoritas surat dalam Perjanjian Baru ditulis oleh Paulus dengan tujuan untuk mengingatkan, mengembalakan, menegur, dan juga meluruskan. Surat yang ditulis oleh Paulus, dapat kita bagi dalam 2 alamat, yakni: kepada jemaat dan kepada perorangan. Surat-surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat, seperti: Korintus, Filipi, Efesus, dan sebagainya. Sedangkan, kepada perorangan, seperti: Timotius dan Titus. Pada minggu ini, kita akan melihat salah satu contoh surat Paulus kepada Timotius.
Surat 1 dan 2 Timotius digolongkan sebagai surat pastoral (pengembalaan), karena kedua surat ini ditujukan kepada seseorang yang menjalankan tugas sebagai pastor serta melaksanakan tugas-tugas pengembalaan di jemaat. Surat 1 Timotius diperkirakan ditulis oleh Rasul Paulus di Makedonia (1 Timotius 1:3) setelah pemenjaraannya yang pertama di kota Roma, tetapi sebelum pemenjaraannya yang kedua di kota itu.
Surat ini menunjukkan kepada kita betapa besarnya perhatian Rasul Paulus kepada Timotius. Pada bagian awal surat ini, secara jelas Paulus menyebut Timotius sebagai “anakku yang sah di dalam iman”. Sebagai anak rohani dari Paulus, Timotius diyakini telah mengerti pengajaran Paulus. Walupun demikian, Paulus tidak membiarkan Timotius berkarya seorang diri, ketika Paulus mendapatkan laporan tentang adanya beberapa orang yang mengajarkan ajaran sesat. Dalam hal ini ada sekelompok orang yang berusaha mengaitkan kebenaran Injil dengan adat istiadat atau kepercayaan masyarakat setempat agar Injil dapat diterima. Mereka bermaksud untuk menjadikan Injil kontekstual, tetapi sayangnya mereka terjebak dalam persoalan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.
Oleh karena itu, Paulus memberitakan tuntunan dan juga penguatan kepada Timotius agar dapat mengajar dan menasihati orang-orang di sana, supaya mereka tetap mengikuti ajaran yang benar. Paulus pun mengungkapkan bahwa tujuan dari nasihat ini adalah agar mereka memiliki kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus Ikhlas.
Refleksi
Marilah kita renungkan:
- Apakah hati anda berpaut pada ajaran yang benar dan tidak menyimpang dari ajaran tersebut?
- Apakah hati nurani anda berbicara dengan keras ketika anda memikirkan, mengatakan, atau melakukan ketidakbenaran?
(Pdt. Windyarti Anggelina)